
Salah satunya adalah Andriew Budiman, seorang kurator kapiran aseli Surabaya, yang menunjukkan saya sebuah booklet tipis berjudul Taiwan: Monocle Travel Guide. Saya baru tahu kalo majalah asyik sekelas Monocle juga membuat travel guide. Dari kovernya saja saya langsung jatuh cinta. Isinya mudah ditebak, banyak ilustrasi menarik khas Monocle yang berkeliaran di dalamnya. Uwohoooo! Seandainya Hifatlobrain bikin travel guide, maka booklet milik Monocle-lah yang saya jadikan role model.
Booklet Taiwan ini adalah Monocle Travel Guide Series No. 1. Jadi bukan tidak mungkin akan muncul yang kedua ketiga dan seterusnya. Ehm, sebetulnya yang kedua sudah terbit bulan ini sih, temanya tentang Spanyol.
Selama ini tentu saja travel guide bible seperti Lonely Planet, Frommers, Eyewitness atau Rough Guide lebih kita kenal. Saya mengelompokkan nama-nama di atas sebagai old school travel guide yang hanya membahas travel essential seperti where, what, a must, do's, dont's, dan entry lain yang sudah umum. Memang harus diakui, untuk traveler biasa konten seperti ini sangat membantu di saat darurat. Tapi jujur saja, kita tidak mendapatkan insight lain yang lebih hype.
Sebagai jajaran new style of travel guide, Monocle dengan cerdas memasukkan semua entry tersebut dipadu dengan insight lain yang oke punya. Seperti tren musik terbaru di Taiwan, tren fashion lokal, pertumbuhan eco-tourism atau gerakan seni yang sedang ngetren. Tapi semua entry itu tidak lantas membuat tebal booklet menjadi bengkak. Redaksi mengatur data-data itu dalam infografis yang padat sehingga tetap bisa hadir tipis, dan tetap manis karena dicetak di atas fancy paper yang full color.
Monocle, tanpa tedeng aling-aling juga mengatakan jelek jika sebuah tempat itu memang jelek. Beberapa destinasi yang dijadikan feature juga agak janggal tanpa mengurangi kadar keasyikannya. Seperti pembuatan saxophone di pesisir barat Taiwan.
Kebetulan beberapa saat yang lalu National Geographic Traveler Indonesia juga membuat sebuah edisi khusus tentang Ekpedisi Ilha Formosa (Taiwan). Jika Monocle menuliskannya dengan ringkas dan mencakup seluruh aspek paling gres dan yummy, maka National Geographic Traveler membahasnya panjang-panjang namun minim esensi. Hehehe no offense.

Kedepan, Hifatlobrain akan mendorong para traveler untuk menuangkan catatan perjalanannya tidak saja pada media tulisan dan foto saja, namun juga berkembang ke ranah dokumentasi lain seperti sketsa, ilustrasi, podcast, ebook, atau video. Karena saya percaya setiap medium membawa pesan dan keunikannya masing-masing. []
7 comments:
Sesuatu yang grafis itu keren :). Nice post.
Count me in. Masbro. *ngarep* :D
Terima kasih atas infonya mas. Saya suka sentilannya yg ini, "...Panjang-panjang dan nir-esensi". :)
@ Winda: Bikin yuk, kamu kan jago gambar :)
@ Mas Pung: Oke :)
@ Mas Islah: Sip, tapi aku cari gak ada PDF-nya tuh. Cariin dong :p Monocle ini menurutku paduan manis antara The Economist dan Wallpaper Magazine...
@ Ayos: Dulu aku punya versi PDF-nya. Gak tau juga keberadaannya skr di harddisk, tp seingatku udah tak delete. Nanti tak kbri klo sdh dapet.
Think positive, Think ideas. thinking is positive ideas
:) siap. Jika dibutuhkan.
Post a Comment